Kecil gajinya pak” seru Erna Sari Dewi mantan penyiar TVRI yang kini jadi anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Nasdem.
Erna Sari Dewi bahkan menahan tangis saat menceritakan penderitaan para jurnalis atau kontributor daerah yang honornya semakin tahun semakin kecil.
Sebagai wanita yang pernah merasakan kerja jurnalis, Erna Sari tegas meminta pimpinan TVRI dan RRI membatalkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada para pegawai honorer.
Pernyataan Erna Sari itu disampaikan dalam Rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI, TVRI, RRI, BSN, LPP dan LKBN ANTARA di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat pada Rabu (12/2/2025).
Agenda yang dibahas dalam RDP salah satunya terkait program kerja dan efisiensi belanja tahun anggaran 2025.
Mengawali pendapatnya, Erna mengaku tahu betul derita jurnalis di media pemerintahan.
“Saya duduk di sini pak, bukan hanya sebagai wakil rakyat, bukan hanya mitra kerja bapak ibu, saya juga jurnalis” kata Erna yang pernah bekerja di TVRI Bengkulu itu.
.
Lebih lanjut, Erna menceritakan berapa gaji jurnalis kontributor yang dibayar berdasarkan perolehan berita.
Menurut Erna, dulu gaji jurnalis sudah pas-pasan dan sekarang gajinya masih harus dipotong oleh TVRI-RRI karena alasan efisiensi anggaran.
“Dan kontributor setelah efisiensi, kalau dulu satu berita dapat Rp100 ribu, sekarang Rp50 ribu. Dapat apa?” kata Erna.
“Dulu bawa uang Rp3 juta, sekarang Rp1 juta. Mungkin bagi kita di ruangan ini Rp1 juta enggak berarti” jelasnya.
“Tapi bagi mereka berarti untuk kasih makan anaknya di rumah,” sambung Erna menahan tangis.
Erna pun tegas meminta kepada pimpinan TVRI dan RRI agar membatalkan kebijakan untuk merumahkan para pegawai apapun alasannya.
“Jadi saya sepakat sekali, saya rasa pimpinan seluruh komisi VII sepakat, tidak ada PHK (di TVRI dan RRI),” pungkas Erna.
Bukan cuma Erna Sari, jurnalis senior lain Putra Nababan yang kini jadi Anggota Komisi VII dari Fraksi PDIP juga buka suara.
Putra Nababan, mempertanyakan transparansi dari jajaran direksi kedua lembaga penyiaran publik tersebut.
“Kami menyaksikan video viral dari seorang penyiar RRI di Ternate yang menyampaikan keluhan terkait PHK, dan video itu sudah ditonton hampir 1 juta orang. Namun, di hadapan kami, Direktur Utama mengatakan tidak ada PHK. Ini perlu diklarifikasi,” ujar Putra Nababan di DPR RI, Rabu (12/2/2025).
Putra Nababan memberi kritik seharusnya tenaga kontributor dan pekerja harian lebih diprioritaskan dalam alokasi anggaran, bukan justru menjadi korban efisiensi.
“Seharusnya pemotongan anggaran dimulai dari atas, bukan langsung ke tenaga kerja,” tegas mantan penyiar berita Seputar Indonesia RCTI tersebut.
Putra Nababan mengkhawatirkan sebelum rekonstruksi dilakukan, direksi memprioritaskan pemangkasan di level bawah, sementara belanja lain tetap berjalan.
Menurut Putra, pekerja media di daerah memiliki militansi tinggi meskipun bekerja tanpa perlindungan asuransi.
“Saya ngobrol sama mereka, kerja teman-teman kontributor, koresponden, itu militan dan tanpa asuransi. Itu kerja mereka, saya tahu persis,” ujar mantan pemimpin redaksi Metro TV tersebut.
Oleh karena itu, Putra Nababan meminta agar dalam proses rekonstruksi, TVRI dan RRI memastikan tidak ada PHK bagi tenaga kerja, baik yang berstatus tetap maupun tidak tetap.
Putra Nababan juga mengkritik framing yang beredar di lapangan, dimana pemangkasan anggaran disebut-sebut akibat program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Jangan sampai masyarakat dipaksa memilih antara program MBG atau pekerjaan mereka. Ini mismanagement narasi. Bagaimana bisa negara memberi makan anak-anak, sementara orang tuanya kehilangan pekerjaan?” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, juga turut menanggapi permasalahan ini.
Saleh meminta pihak TVRI dan RRI segera mengambil langkah konkret untuk menenangkan para pekerja yang cemas akan kehilangan pekerjaan.
“Ini menjelang Ramadhan, bagaimana perasaan mereka yang terancam PHK? Kita ingin mereka bisa tetap fokus bekerja dan berkontribusi,” ujar Saleh.
Saleh juga mendesak agar keputusan terkait tenaga kerja segera ditinjau kembali, mengingat banyak pekerja yang mengalami ketidakpastian status.
“Saya minta itu memang nanti secara internal, yang tadinya sudah megap-megap ini karena memang merasa siap-siap untuk keluar, itu langsung diberitahukan, kembalikan mereka. Ini menjelang Ramadhan, ngerti nggak?” ujarnya.
“Menjelang Ramadhan itu, gimana pikiran mereka? jadi mudah-mudahan pada saat Ramadhan ini mereka tetap bisa fokus bekerja untuk mengembangkan dan berkontribusi,” tegas Saleh.
Batal PHK Massal
Dalam Rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI itu, Direktur Utama Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI, Iman Brotoseno menegaskan pihaknya tidak akan merumahkan karyawan.
Termasuk juga pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap tenaga kontributor dan pekerja lepas.
“Kami berkomitmen untuk tidak lagi membuat kebijakan merumahkan karyawan dalam bentuk apapun, baik PHK atau istilah lainnya” ujar Iman dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (12/2/2025).
Iman mengatakan, kebijakan tersebut hanya terjadi di daerah.
.
Sementara, di kantor pusat, tidak ada pengurangan tenaga outsourcing, termasuk driver dan satpam.
“Di daerah, kebijakan ini memang berbeda-beda. Ada kepala stasiun yang tidak merumahkan sama sekali” kata Iman.
“Ada yang melakukan inovasi seperti di Jambi, dimana pembiayaan kontributor dialihkan oleh Pemprov (Pemerintah Provinsi),” imbuhnya.
“Namun, ada juga yang merumahkan tenaga kerja, jumlahnya bervariasi, ada empat orang, satu orang, dan sebagainya,” ujar Iman lagi.
TVRI mencatat jumlah kontributor di seluruh Indonesia mencapai 402 orang, dengan total anggaran Rp 6 miliar per tahun untuk membayar jasa mereka.
Menanggapi hal ini, Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay meminta agar tenaga kontributor yang telah dirumahkan bisa kembali bekerja.
“Dari 402 orang yang dirumahkan itu berapa? kami ingin mereka bisa bekerja lagi seperti sebelumnya,” kata Saleh.
Iman lantas memastikan TVRI akan berkomunikasi dengan seluruh kepala stasiun agar tidak ada lagi tenaga kerja yang terdampak kebijakan efisiensi anggaran.
Sementara itu, Direktur Utama RRI, Hendrasmo menegaskan pihaknya juga tidak akan melakukan PHK terhadap tenaga kontributor dan pekerja lepas.
“Di RRI ada 979 kontributor di seluruh Indonesia dengan anggaran Rp 2,5 miliar” ungkap Hendrasmo.
“Sebelum ada pemblokiran dan pemangkasan anggaran, kami sudah meminta kepala satuan kerja (Kasatker) untuk kreatif mencari solusi agar mereka tetap bekerja” imbuhnya.
“Salah satunya dengan mengalokasikan dana dari pos perjalanan dinas,” jelas Hendrasmo.
Hendrasmo pun memastikan kebijakan pengurangan tenaga kerja tidak akan diberlakukan, terutama setelah adanya pengurangan blokir anggaran.
“Kami berkomitmen untuk meniadakan pemutusan kerja bagi pengisi acara dan kontributor,” kata Hendrasmo.
Sebelumnya, PHK massal di TVRI dan RRI viral buntut dari kebijakan efisiensi anggaran di Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) dan menjadi sorotan tajam publik.
Dalam narasi yang beredar, PHK massal di TVRI dan RRI kabarnya berdampak pada sekitar 1.000 pekerja media, termasuk kontributor, penyiar lepas, tenaga keamanan, serta tenaga teknis lainnya.
WhatsApp