-Begini nasib para ketua RT yang pernah mengirimkan surat edaran agar membayar Tunjangan Hari Raya ke beberapa perusahaan di area mereka.
Pernah merasa yakin bahwa ini merupakan sesuatu yang normal, namun sekarang dia justru mengalaminya sendiri.
PemimpinRW itu ditegur oleh camat dan pada akhirnya mengucapkan permintaan maaf.
Sekarang ini, postingan gambar tentang surat instruksi dari Rukun Warga (RW) di Tambora, Jakarta Barat yang memohon dana THR kepada para pebisnis telah menyebar luas di platform media sosial.
Surat edaran yang diduga berasal dari ketua RW di Kelurahan Jembatan Lima tersebut bertujuan kepada para pelaku usaha yang mengakses area parkir.
Sepertinya surat tersebut bersifat resmi karena sudah ditandatangani oleh pengurus RT, diiringi dengan kop serta cap aslinya.
Menempuh Perselisihan dalam Surat Edaran yang MemohonTHR Ke-40 Kepada Perusahaan, Pengurus RW Nyatakan Hal Itu Wajar: Penting untuk Memberikan THR
Pengawas Wilayah RW 02 di Kelurahan Jembangan Lima, Tambora, mengajukan dana THR sebesar Rp1 juta kepada para pemakai layanan parkir di jalur Laksa Street.
Disebutkan juga, THR tersebut harus diserahkan paling telat satu minggu sebelum Idul Fitri tahun 2025.
Surat tersebut menyebut bahwa dana yang terkumpul dari kalangan pebisnis akan diserahkan kepada staf Linmas di Kawasan RW 02 Jembatan Lima.
Setelah disebarkan oleh pengguna media sosial via direct message akun Instagram @jakbar.viral pada hari Selasa, 11 Maret 2025, surat itu mulai menyebar dengan cepat secara online.
Berkenaan dengan beredarnya klaim tentang pemungutan tidak sah tersebut, Kepala Polisi Sektor Tambora, Kompol Kukuh Islami mengatakan bahwa tim mereka sudah melakukan penyelidikan terhadap pengawas Rukun Warga 02 di Jembatan Lima.
Dia juga bertanya tentang tujuan mereka mengirim permohonan untuk mendapatkan Tunjangan Hari Raya ke beberapa pengusaha di daerah tersebut.
Langkah tersebut juga sudah disesuaikan bersama Pemerintah Kecamatan serta Kelurahan Jembatan Lima.
“Saat ini, dokumen tersebut telah dicabut dari edaran sebelumnya dan Camat pun telah mengambil langkah berikutnya terkait dengan RT itu,” jelas Kukuh saat diwawancarai oleh media, pada hari Jumat (14/3/2025). Demikian dilansir dari sumber tersebut.
Tribunnews
.
Selanjutnya, Kukuh menjelaskan alasannya kepada pengurus RW 02 Jembatan Lima yang menyebarkan surat tersebut.
Berdasarkan pernyataannya, surat edaran tersebut adalah bagian dari kegiatan tahunan yang dilaksanakan selama bulan Ramadhan.
Akan tetapi, pemimpin organisasi tersebut menyatakan bahwa mereka tidak menetapkan tarif THR bagi para pebisnis dalam area mereka, walaupun jumlah yang dipersyaratkan dengan tegas adalah sebesar Rp1 juta.
“Menurut informasi yang diberikan oleh Rw itu, hal ini telah berlaku selama beberapa tahun terakhir,” ujar Kukuh.
“Namun, berdasarkan temuan pemeriksaan RW itu, disebutkan bahwaRW itu tidak mengenakan biaya terkait dengan surat edaran tersebut,” tambahnya.
Terpisah, Kepala Distrik Tambora, Holi Susanto mengeluarkan permohonan maaf atas nama pengurusRW 02 Jembatan Lima berkaitan dengan keributan yang disebabkan oleh surat edaran itu.
Saat pemeriksaan tersebut berlangsung, pengurus RW 02 Jembatan Lima mengaku bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukannya.
“Pak Lurah telah memanggil orang tersebut kemarin dan dia mengakuinya, lalu meminta maaf dan menarik kembali surat edaran itu,” jelas Holi ketika ditelepon untuk diverifikasi, pada hari Jumat (14 Maret 2025).
Karena tindakannya tersebut, Ketua RW Jembatan Lima menerima hukuman berupa surat peringatan tertulis.
“Orang tersebut telah menerima bimbingan dalam bentuk peringatan bertulisan,” ujar Holi.
Malah Sebut Wajar
Sekretaris dari RW 02 di Jembatan Lima, Jakarta Barat, Febri menyatakan bahwa mereka telah mendistribusikan surat permintaanTHR kepada sekitar 30 hingga 40 perusahaan.
Pesan mengenai tunjangan Hari Raya tersebut dikirm kepada perusahaan yang rutin beroperasi di daerah Jalan Laksa RW 02, Jembatan Lima, guna melaksanakan aktivitas pengambilan dan penempatan kembali barang-barang mereka.
“Sesungguhnya surat edaran tersebut dikeluarkan oleh pihak pengurus RW. Namun, penting dicatat bahwa tujuannya adalah bagi para penyedia layanan parkir milik perusahaan yang mengirimkan Barang ke area ini, bukan untuk warganya sendiri,” ungkap Febri, sebagaimana dilaporkan Kompas.com.
Terkait jumlahnya, Febri menyatakan bahwa dalam surat edaran tentang THR tersebut disebutkan besarnya adalah Rp 1 juta per perusahaan.
Namun, apabila terdapat perusahaan yang memberikanTHR kurang dari Rp 1 juta, hal tersebut masih dapat diterima.
“Mengapa memang muncul nominal sebesar Rp 1 juta? Itu hanya berfungsi sebagai patokan. Faktanya, kami tetap menerima sumbangan senilai Rp 200.000 dan juga Rp 300.000,” imbuhnya.
Sambil itu pula, Febri menyampaikan permohonan maafnya terkait keributan tersebut.
Ia menginginkan agar apabila terdapat suatu perusahaan yang tidak sepakat dengan adanya pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), maka hal tersebut segera dilaporkan kepada ketua RT.
“Meskipun masih banyak keributan, kami dari kelompokRW ingin mengajukan permintaan maaf atas gangguan atau penafsiran yang salah yang telah terjadi,” demikian katanya.
Febri menganggap lumrah jika mereka memohon THR kepada seluruh perusahaan yang terlibat dalam aktivitas bongkar muat di area RW 02.
Febri menyebutkan bahwa sejauh ini masyarakat telah cukup berlapang dada dengan dampak kekacauan jalan RT yang disebabkan oleh penggunaan area perumahan sebagai titik penumpukan barang dagangan.
“Seharusnya area perumahan berubah menjadi daerah gudang utama. Meski demikian, kami sudah saling menghormati, dan kondisi jalan di sini memang kurang baik, namun kami telah terbiasa dengan situasi ini,” ungkap Febri pada hari Kamis, 13 Maret 2025.
Menurut Febri, kebutuhan akan Tunjangan Hari Raya (THR) tersebut merupakan hal yang normal dan seharusnya diperhitungkan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial korporasi (Corporate Social Responsibility/CSR).
“Logikanya wajar kalau kita mengharapkan partisipasi untuk perusahaan, seperti halnya dengan permintaan CSR secara tahunan,” katanya.
Febri menyebutkan bahwa setiap harinya, penduduk RW 02 Jembangan Lima merasa terganggu ketika ingin pulang kerumah karena adanya jumlah truk besar yang melintasi wilayah tempat tinggal mereka cukup banyak.
Belum termasuk pula, sejumlah jalan rusak karena adanya kendaraan berat yang mengarah ke daerah itu.
“Mereka memang seharusnya memberikan CSR kepada kita. Jalan rusak parah, mobil mereka terjebak, dan kami tidak ada yang mengeluh,” jelasnya.
Kelak, menurut Febri, uang THR yang dikumpulkan akan disatukan oleh pengurusRW dan digunakan sebagai kas RW.
Dana tersebut akan dipakai oleh pendudukRW 02 Jembatan Lima apabila mereka mengalami keadaan darurat dan perlu dukungan finansial mendesak.
“Dana diperuntukkan untuk acara sosial yang lebih banyak di tempat ini. Kami menangani pemakaman,” jelasnya.
>>>Perbarui berita terbaru di Google News