Ramai Seruan Tarik Uang di Bank Efek Danantara, Apa Risikonya?

Posted on

Kampanye untuk menarik dana dari bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN) marak di media sosial usai pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara. Seruan ini muncul meski Danantara menjamin tak akan menggunakan dana nasabah sebagai modal investasi.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, isu ini perlu diantisipasi pemerintah. Ia menilai, akan ada sejumlah risiko yang akan muncul jika ajakan tersebut benar dilakukan masyarakan.

, Rabu (26/2).

Faisal menyebut aksi ini dapat menguntungkan bank swasta besar yang menjadi sasaran perpindahan dana. Ini terutama berlaku pada bank yang memiliki fasilitas lebih baik.


Baca juga:

  • Respons BNI Terkait Target Danantara Rampungkan Konsolidasi BUMN pada Maret
  • Hashim Pastikan Danantara akan Disuntik Rp 300 T dari Efisiensi Anggaran

“Sebaliknya untuk BUMN, kan berarti ini ancaman ada penurunan dari sisi nasabah ya kalau itu memang terjadi,” ujar Faisal.

Faisal mengatakan kampanye ini kemungkinan tidak akan menyasar ke nasabah korporasi bank. Namun, ia menilai, pemerintah perlu lebih serius untuk memperbaiki komunikasi terkait Danantara serta meningkatkan sosialisasi terkait transparan,.

“Pemerintah perlu meningkatkan dabmemperbaiki kepercayaan terhadap pemerintah dan juga Danatara pada umumnya serta juga menekan kampanye tadi untuk keluar atau berpindah dari bank BUMN,” ucap Faisal.


Ketidakpercayaan Masyarakat dengan Danantara

Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, kampanye menarik uang dari bank BUMN membuktikan adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap Danantara. Menurutnya, hal itu karena buruknya transparansi.

“Bahkan pembahasan Undang-undang BUMN dilakukan secara terburu-buru dan tertutup, walau isinya baik-baik saja sesungguhnya,” kata Wijayanto.

Meski begitu, Wijayanto mengatakan gerakan spontan sekelompok masyarakat tersebut tidak akan memberikan daampak ke perbankan khususnya Himbara. Wijayanto mengatakan sikap masyarakat harus dilihat sebagai masukan penting bagi pemerintah.

“Ini bisa dilakukan pemerintah dengan memperbaiki komunikasi terkait pembentukan Danantara dan kebijakan strategis lainnya,” ucap Wijayanto.

Wijayanto menegaskan, pemerintah harus belajar dari pengalaman buruk akibat masalah komunikasi publik. Hal ini sudah ditemukan dalam kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12% hingga makan bergizi gratis.

“Kali ini terjadi di Danantara. Pak Prabowo perlu jubir ulung seperti Andi Malarangeng zaman Pak Susilo Bambang Yudhoyono,” ujar Wijayanto.