Reaksi pedagang sayur keliling usai gugatan dicabut pemilik toko kelontong hingga kasus berakhir damai.
Seperti diketahui, Sumarno, warga Desa Turi, dan Wiyono, warga Desa Sukowidi, Kecamatan Panekan, merupakan Pedagang Sayur Keliling, yang digugat oleh Bitner Sianturi, lantaran dianggap mematikan usaha toko kelontong miliknya.
Sumarno sujud syukur usai sidang gugatan di Pengadilan Negeri Magetan, Rabu (12/2/2025) pukul 11.00 WIB berakhir damai.
Kuasa Hukum Pihak Tergugat Awan Subagyo, mengatakan, hasil mediasi dari perkara ini telah mencapai kesepakatan dengan sejumlah hal.
“Pihak penggugat (Bitner Sianturi) mencabut gugatan terhadap tergugat, Pihak tergugat tidak akan lagi mempermasalahkan baik secara adat, pidana, dan perdata sehubungan dengan gugatan yang telah diajukan penggugat,” ujar Awan Subagyo.
Menurutnya, kedua belah pihak sepakat meminta maaf. Sehingga pada hari yang sama langsung dilakukan persidangan, untuk menerbitkan penetapan bahwa perkara telah selesai tanpa adanya tuntutan.
“Materil keuangan ada permintaan dari pihak penggugat. Namun pada akhirnya telah terjadi kesepakatan dan tidak ada penuntutan,” tuturnya.
“Aktivitas penjualan tidak ada persoalan, dan tidak ada perbuatan melanggar hukum. Boleh melakukan aktivitas seperti biasa,” tuntas Awan.
Di tempat yang sama, Kepala Desa Pesu Gondo, menyatakan, demi kebaikan bersama, dan situasi Kabupaten Magetan kondusif, kedua belah pihak menuangkan kesepakatan untuk tidak mempersoalkan lagi.
“Tidak ada masalah. Kami sepakat sudah cukup, damai, dan tidak akan menggugat kembali pihak penggugat. Semuanya kami serahkan kembali kepada masyarakat. Bagi kami tidak masalah,” tandas Pesu.
Selain Sumarno dan Wiyono, Kepala Desa Pesu Gondo, Ketua BPD Pesu Mulyono, serta Yuni Setiawan, Ketua RT setempat, juga menjadi pihak tergugat dalam perkara ini.
Cabut Gugatan
Dalam proses mediasi yang berlangsung di Pengadilan Negeri Magetan Bitner Sianturi, pemilik toko kelontong warga Desa Pesu, Kabupaten Magetan, Jawa Timur mencabut gugatan terhadap dua pedagang sayur keliling yang dituduh menyebabkan warung kelontongnya sepi.
Tak hanya itu, Bitner juga mencabut gugatan terhadap Kepala Desa Pesu, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan Ketua Rukun Tetangga (RT) setempat, yang dianggapnya tidak mengakomodasi keberatan terkait keberadaan pedagang tersebut.
Adapun alasan Bitner mencabut gugata setelah mempertimbangkan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Kedua belah pihak menandatangani kesepakatan perdamaian, serta ditutup dengan Sidang Penetapan.
Bitner menyatakan sepakat berdamai tanpa syarat.
Ia berharap, semoga Kabupaten Magetan kondusif, damai, dan tidak ada masalah seperti ini.
“Alasan mencabut gugatan adalah kemaslahatan orang banyak, dan tidak ada persyaratan,” ujar Bitner, dilansir dari Suryamalang.com.
Sejatinya, Bitner mengaku tidak melarang pedagang sayur keliling berjualan.
Ia hanya menyampaikan sesuai kesepakatan sebelumnya, yaitu tidak mangkal di sekitar toko.
“Saya tidak pernah melarang atau mengusir. Saya tidak arogan. Ini karena ada video yang viral itu tersebar ke masyarakat. Hari ini selesai dan tidak perlu lagi mengungkit masalah ini,” ucapnya.
Soal aktivitas berjualan pedagang sayur di Desa Pesu, Bitner menyerahkan sepenuhnya kepada masing masing individu.
Bagi dia, yang terpenting menjunjung etika dan norma sosial.
“Gugatan saya cabut tanpa persyaratan. Pihak tergugat yang keberatan tidak apa apa. Tapi yang terpenting kembali ke hati nurani masing masing,” tuturnya.
“Ini demi kebaikan keluarga saya,semoga kami sekeluarga diberi rezeki yang melimpah oleh Tuhan Yang Maha Esa. Gugatan saya cabut demi keamanan dan ketertiban masyarakat,” tuntas Bitner.
, Bitner menggugat dua pedagang sayur keliling dengan klaim kerugian hingga Rp 540 juta selama lima tahun akibat sepinya warung kelontongnya.
Gugatan tersebut juga mencakup perangkat desa yang dianggap tidak merespons keluhannya tentang aktivitas pedagang.
Sidang kedua gugatan Bitner Sianturi dijadwalkan berlangsung hari ini dengan agenda mediasi.
Awalnya, Bitner mengajukan gugatan kepada tiga pedagang sayur pada 17 Januari 2025, lantaran merasa keberatan dengan adanya pedagang sayur keliling yang kerap mangkal berjam-jam di depan tokonya.
Hal itu dirasa mematikan usaha tokonya dan toko kelontong di sekitarnya.
“Saya tujukan ke beberapa pedagang karena melebihi batas wajarnya dari pagi sampai siang. Sementara pedagang lain, lewatnya bergantian,” katanya, melansir dari Kompas.com.
Bitner meminta beberapa pedagang sayur mengikuti aturan yang sudah disepakati bersama sejak 2022.
Ia berharap, dengan gugatan tersebut, usaha sekitar tempat pedagang sayur keliling mangkal tidak sepi.
“Boleh berdagang tapi pakai etika, tidak mangkal atau nongkrong dekat sekitar pedagang Desa Pesu. Isi jualan pedagang ini komplet seperti toko. Saya tidak melarang,” ujar Bitner.
Selain menggugat pedagang sayur, ia menggugat kepala desa, ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan ketua RT setempat karena dianggap tidak mengeluarkan larangan bagi pedagang sayur keliling berjualan di Desa Pesu.
Ngaku Rugi Rp500 Juta
Sebelumnya, Bitner mengeklaim bahwa kerugian yang dialaminya mencapai Rp 500 juta karena tokonya sepi.
Menurutnya, terdapat surat pernyataan bersama yang dikeluarkan pada tahun 2022 yang memperbolehkan pedagang untuk berdagang, tetapi tidak boleh mangkal dan tidak boleh berada terlalu dekat dengan pedagang lainnya.
“Saya hanya minta dituruti surat pernyataan bersama tahun 2022. Boleh berdagang, tetapi harus etis dan tidak mangkal,” katanya.
Sementara itu, Kepala Desa Pesu, Gondo membenarkan bahwa permasalahan itu berlangsung sejak 2022 dan telah dilakukan mediasi.
Gondo juga menekankan pentingnya keberadaan pedagang sayur keliling bagi masyarakat.
“Kehadiran mereka sangat membantu masyarakat karena sejak pagi sudah mulai jualan. Jika ada kebutuhan mendadak, mereka bisa diminta tolong,” ujarnya.
Ribuan Pedagang Demo
Sementara itu, ribuan pedagang sayur keliling pun menggeruduk Pengadilan Negeri (PN) Magetan sebagai aksi solidaritas untuk rekannya.
Mereka datang dengan mengerahkan kendaraan yang biasa dipakai untuk berjualan sehari-hari, seperti truk, pikap, maupun sepeda motor, serta lengkap dengan gerobak kayu berisi sayur mayur hingga aneka bumbu.
Mereka yang biasa disebut sebagai pedagang etek, tak terima lantaran tiga rekan sejawatnya digugat oleh Bitner Sianturi, warga Desa Pesu, Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan, Jawa Timur (Jatim).
Ketua Paguyuban Pedagang Etek Lawu, Yusuf mengatakan bahwa aksi yang digelar ini sengaja menjadi hari libur berjualan, alias mogok bersama.
“Tidak ada yang jualan. Perputaran ekonomi dari kami bisa mencapai Rp 1,7 miliar untuk hari ini saja,” ujar Yusuf.
Pihaknya berharap, penggugat bisa mencabut tuntutannya dan diselesaikan secara kekeluargaan.
Mengingat, mereka hanya berniat untuk mencari nafkah.
“Mediasi belum mendapatkan hasil, karena diundur. Rencananya hari Rabu dihadiri beberapa orang sebagai perwakilan,” ucap Yusuf.
“Sembari melihat perkembangan, kalau tuntutan masih berlanjut, akan mengerahkan massa banyak,” kata Yusuf.
Yusuf berharap kasus ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan tanpa harus berlanjut ke meja hijau.
“Kami hanya berjualan sayur, kami tidak boleh berjualan di depan tempat mereka.
Pedagang ini lewat dipanggil oleh tiga orangtua yang tidak bisa berjalan jauh, membeli sebanyak Rp 8.000.
Kami dituntut atas dasar tidak boleh berdagang.
“Saya mohon, bakul sayur kok sampai di pengadilan. Kami berharap Mas Bitner mencabut tuntutan mereka dan sidang selesai,” katanya.
Baca berita lainnya di
Ikuti dan Bergabung di Saluran Whatsapp
dengan judul BREAKING NEWS: Bitner Cabut Gugatan Terhadap Pedagang Sayur Keliling di Magetan